Senin, 28 November 2011

patofisologi nyeri

Konduksi impuls nosiseptif secara klasik dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu:
1). Melalui sistem nosiseptif
Mulai dari reseptor di perifer, lewat serabut aferen, masuk ke
medula spinalis, selanjutnya ke batang otak sampai mesensepalon. 6)
Lintasan asenden di dalam susunan saraf pusat sedikitnya ada 2
sistem, yaitu saraf spinotalamik dan spinoretikulotalamik. 23) Apabila
impuls sudah masuk ke talamus maka dikatakan bahwa perasaan nyeri
yang tidak menyenangkan bisa mulai dirasakan akan tetapi
11
deskripsinya belum jelas. 8)
2). Melalui tingkat pusat
Dari mesensefalon sampai ke korteks serebri dan korteks
asosiasinya. Setelah sampai disini barulah sensasi nyeri dapat dikenal
karakteristiknya, seperti dimana let aknya, seberapa kerasnya dan
bagaimana sifatnya.6) Impuls nyeri juga ada yang menuju ke lobus
frontalis yang selanjutnya merangsang serta aferen ke sistem limbik
yang mengatur aspek emosi dari nyeri.
Antara suatu stimuli kuat sampai dirasakan sebagai nyeri
terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang terbagi atas 4
proses yaitu :
a). Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimuli akan mengaktifkan
nociceptor transducer receptor atau ion channels complex dan dirubah
menjadi suatu potensial aksi yang akan diterima ujung-ujung saraf
atau reseptor nyeri dan diteruskan ke sentral. Reseptor ini disebut
sebagai reseptor nosiseptif dan mempunyai nilai ambang rangsang
tertentu. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik, suhu, listrik atau
kimia.24)
Kerusakan jaringan karena trauma dapat menyebabkan sintesa
prostaglandin yang menyebabkan sensitisasi dari reseptor nosiseptif
dan dikeluarkanlah zat-zat mediator nyeri seperti histamin, bradikinin,
serotonin, dll yang akan menimbulkan sensa si nyeri. Keadaan ini
disebut sensitisasi perifer.23)
12
Mekanisme terjadinya sensistisasi perifer diduga diakibatkan
oleh 9) :
a. Lesi serabut saraf aferen somatosensorik menyebabkan
timbulnya aktivitas ektopik.
b. Peningkatan aktifitas simpatis
c. Berkurangnya fungsi inhibisi sentral
b). Proses transmisi
Penyaluran impuls listrik melalui saraf sensoris menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis
dimana impuls tersebut mengalami modul asi sebelum diteruskan ke
talamus oleh traktus spinotalamikus yang merupakan neuron kedua.
Dari talamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somatosensoris
di korteks serebri sebagai neuron ketiga, dimana impuls tersebut
diterjemahkan dan dirasakan seba gai persepsi nyeri.24) Rangsanganrangsangan
seperti ini bila dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan
suatu sensitisasi sentral. 25)
Sensitisasi sentral dapat berlangsung dalam beberapa detik
(proses wind up) atau sampai beberapa jam ( long term potentiation).
Wind up akan menyebabkan kepekaan neuron meningkat selama input
sedangkan long term potentiation akan juga menambah kepekaan
neuron walaupun input sudah hilang. Fenomena ini tergantung dari
aktivitas NMDA (N-methyl-D-aspartate) yang akan berikatan denga n
glutamate sebagai aktivitasi serabut C. 9)
13
c). Proses modulasi
Modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan tubuh kita dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior medulla spinalis. 24)
d). Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang
dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal
sebagai persepsi nyeri.24)

Jumat, 25 November 2011

definisi nyeri


International Association for Study of Pain (IASP) menyepakati
definisi nyeri yang dikemukakan oleh Merskey yang mengatakan nyeri
adalah pengalaman emosional dan sensorik yang t idak menyenangkan
sehubungan dengan kerusakan jaringan yang potensial atau aktual atau yang
digambarkan dengan ciri kerusakan seperti yang telah disebutkan. 1) Disini
jelas bahwa nyeri tidak hanya ditentukan oleh faktor fisik belaka tapi juga
faktor emosional terutama pengalaman nyeri sebelumnya. 10)
Nyeri akan timbul bila ada interaksi antara 3 faktor kausatif yaitu tuan
rumah, pembawa perubahan dan lingkungan. 1) Sejumlah penelitian telah
membuktikan bahwa perbedaan etnis dan budaya akan menyebabkan
perbedaan dalam mengekspresikan nyeri seseorang. Orang Eropa bagian
utara mempunyai nilai ambang nyeri yang lebih tinggi daripada orang
Mediterania dan Afrika Amerika. Juga pada penderita dengan kepribadian
yang mudah dan stres akan mempunyai nilai ambang nyeri ya ng rendah.18)
Mogi dalam tesisnya menemukan bahwa nilai ambang nyeri pria lebih tinggi
daripada wanita walaupun nilai ambang nyeri setelah pemberian ultrasound
menunjukkan nilai ambang tidak berbeda secara bermakna pada kedua jenis
kelamin.

Rabu, 23 November 2011

index barthel


INDEKS BARTHEL

VARIABEL: KEMAMPUAN FUNGSIONAL
DEFINISI:
Merupakan alat ukur yang di gunakan untuk mengetahui kemampuan fungsional pada pasien yang mengalami gangguan system syaraf.
PROSEDUR TES:
Pasien dinilai dengan menggunakan Barthel Indeks pada awal treatment, selama rehabilitasi dan pada akhir masa rehabilitasi.  Hal ini digunakan untuk menilai peningkatan treatment yang dilakukan terhadap pasien.
NO
AKTIFITAS
SCORE


DEPENDENCE
INDEPENDENCE
1
PEMELIHARAAN KESEHATAN DIRI
0
5
2
MANDI
0
5
3
MAKAN
5
10
4
TOILET (AKTIFITAS BAB & BAB)
5
10
5
NAIK/TURUN TANGGA
5
10
6
BERPAKAIAN
5
10
7
KONTROL BAB
5
10
8
KONTROL BAK
5
10
9
AMBULASI

15

KURSI RODA
10
 (BILA Px A,BULASI DENGAN KURSI RODA)

10
TRANSFER KURSI/BED
5-10
15



TOTAL: 100

KRITERIA HASIL:
  1. 0 - 100
  2. 0 – 20                          KETERGANTUNGAN PENUH
21 – 61                                    KETERGANTUNGAN BERAT (SANGAT TERGANTUNG)
62 -90                          KETERGANTUNGAN MODERAT
91 – 99                                    KETERGANTUNGAN RINGAN
100                              MANDIRI
SKALA
  1. NUMERIK (RATIO)
  2.  KATEGORIK (ORDINAL)

Selasa, 15 November 2011

Ischialgia/iskhialgia


Iskhialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang merupakan manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus (Sidharta,1999). Ahli lain berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri punggung bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus. Iskialgia atau sciatika adalah nyeri yang menjalar (hipoestesia, parestesia atau disastesia) ke bawah sepanjang perjalanan akar saraf iskidikus (Cailliet,1981). Menurut Sidharta (1999) iskhialgia dibagi menjadi tiga yaitu:
1.      Iskhialgia sebagai perwujudan neuritis iskhiadikus primer
Iskhialgia akibat neuritis iskhiadikus primer adalah ketika nervus iskhiadikus terkena proses radang. Tanda dan gejala utama neuritis iskhiadikus primer adalah nyeri yang dirasakan bertolak dari daerah sakrum dan sendi panggul, tepatnya di foramen infra piriformis atau incisura iskhiadika dan menjalar sepanjang perjalanan nervus iskhiadikus dan lanjutannya pada nervus peroneus dan tibialis. Nyeri tekan ditemukan pada incisura iskhiadika dan sepanjangspasium poplitea pada tahap akut. Juga tendon archiles dan otot tibialis anterior dan peroneus longus terasa nyeri pada penekanan. Kelemahan otot tidak seberat nyeri sepanjang tungkai. Karena nyeri itu maka tungkai di fleksikan, apabila diluruskan nyeri bertambah hebat. Tanda-tanda skoliosis kompensatorik sering dijumpai pada iskhialgia jenis ini.
Diagnosa neuritis iskhiadikus primer ditetapkan apabila nyeri tekan pada otot tibialis anterior dan peroneus longus. Dan pada neuritis sekunder nyeri tekan disepanjang nervus iskhiadikus, tetapi di dekat bagian nervus iskhiadikus yang terjebak saja. Timbul nyerinya akut dan tidak disertai adanya nyeri pada punggung bawah merupakan ciri neuritis primer berbeda dengan iskhialgia yang disebabkan oleh problem diskogenik. Reflek tendon archiles dan tendon lutut biasanya tidak terganggu.   

2.      Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment radikulitis atau radikulopati
            Pada iskhialgia radikulopati merupakan akibat dari jebakan oleh tumor, nukleus pulposus yang menjebol ke dalam kanalis vertebralis maupun osteofit atau peradangan (rematois spondilitis angkilopoetika, herpes zoster, tuberkulosa) yang bersifat menindihi, menjerat dan sebagainya terjadi radikulopati.
            Pola umum iskhialgia adalah nyeri seperti sakit gigi atau nyeri hebat yang dirasakan bertolak dari vertebra lumbosakralis dan menjalar menurut perjalanan nervus iskhiadikus dan lanjutannya pada nervus peroneus atau nervus tibialis. Makin jauh ke tepi nyeri makin tidak begitu hebat, namun parestesia atau hipoastesia sering dirasakan.
            Pada data anamnestik yang bersifat umum antara lain : nyeri pada punggung bawah selalu mendahului iskhialgia, kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan intra spinal seperti batuk, bersin dan mengejan memprofokasi adanya iskhialgia, faktor trauma hampir selamanya dapat ditelusuri, kecuali kalau proses neoplasmik atau infeksi yang bertanggung jawab. Adapun data diagnostik non fisik yang bersifat umum adalah : kurva lordosis pada lumbosakral yang mendatar, vertebra lumbosakral memperlihatkan fiksasi, nyeri tekan pada salah satu ruas vertebra lumbosakralis hampir selalu ditemukan, test lasegue hampir selalu positif pada derajat kurang dari 70, tesr naffziger dan valsava hampir selalu positif. Data anamnestik dan diagnostik fisik yang bersifat spesifik berarti informasi yang mengarahkan ke suatu jenis proses patologik atau yang mengungkapkan lokasi di dalam vertebra lumbosakralis atau topografi radiks terhadap lesi yang merangsangnya.
3.      Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment neuritis
            Unsur-unsur nervus iskhiadikus yang dibawakan oleh nervi L4, L5, S1, S2 dan S3 menyusun pleksus lumbosakralis yang berada di fasies pelvina os sakri. Di situ pleksus melintasi garis sendi sakroiliaka dan sedikit lebih distal membentuk nervus iskhiadikus, yang merupakan saraf perifer terbesar. Selanjutnya dalam perjalanannya ke tepi nervus iskhiadikus dapat terjebak dalam bangunan-bangunan yang dilewatinya. Pada pleksus lumbosakral dapat diinfiltrasi oleh sel-sel karsinoma ovarii, karsinoma uteri atau sarkoma retroperineal. Di garis persendian sakroiliaka komponen-komponen pleksus lumbosakralis sedang membentuk nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam proses radang (sakroilitis). Di foramen infra piriformis nervus iskhiadikus dapat terjebak oleh bursitis otot piriformis. Dalam trayek selanjutnya nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam bursitis di sekitar trochantor major femoris. Dan pada trayek itu juga, nervus iskhiadikus dapat terganggu oleh adanya penjalaran atau metastase karsinoma prostat yang sudaj bersarang pada tuber iskhii. Simtomatologi entrapment neuritis iskhiadika sebenarnya sederhana yaitu pada tempat proses patologik yang bergandengan dengan iskhiagia.

  1. Patofisiologi Nyeri Iskhialgia
            Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan seseorang untuk membuat tanggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang bersangkutan (Parjoto, 2006). Menurut Taxonomi Committee International Association for Study of Pain (IASP) dikutip oleh Basuki (2009), nyeri adalah suatu pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
            Nyeri timbul karena adanya stimulus yang mengaktifkan nosiseptor yang ada dikulit, jaringan di bawah kulit dan organ visera. Stimulus yang dapat mengaktifkan nosiseptor adalah stimulus mekanik, kimiawi maupun termal. Jaringan yang mengalami inflamasi akan melepaskan substansi-substansi kalium, histamin, asetilkolin, serotonin, prostalglandin, bradikinin dan substansi P dari ujung saraf setempat. Zat-zat tersebut akan mengaktifkan nosiseptor dan nosiseptor akan berhubungan dengan serabut saraf A-δ bermielin yang menghantarkan nyeri yang tajam, menusuk dan jelas terlokalisir. Serabut saraf tipe C tidak bermielin sehingga menghantarkan rasa terbakar , tidak mengenakkan, dan tidak terlokalisir.  Nyeri bisa terjadi bila ada stimulus yang memenuhi syarat yang dimediasi atau difasilitasi oleh bahan kimia tertentu seperti leukotrin, prostalglandin, interleukin dan tromboksan sehingga menimbulkan impuls nyeri atau impuls nosiseptif di nosiseptor yang dikenal dengan proses tranduksi yang kemudian medulla spinalis, batang otak, mesensefalon, korteks serebri dan korteks asosiasinya untuk kemudian disadari baik mengenai sifat, lokasi, maupun berat ringannya ( Widiastuti, 1996 ).
            Berdasarkan klasifikasinya nyeri dapat dikelompokan menjadi 4 tipe yaitu (1) nyeri fisiologis, (2) nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, (3) nyeri neuropatik, (4) nyeri disfungsional ( Kuntono, 2007 ).Widiastuti (1996) mengelompokkan nyeri menjadi ; (1) nyeri nosiseptif, (2) nyeri neuropatik, (3) nyeri idiopatik, (4) nyeri psikogenik, (5) sindroma nyeri kronik.
            Menurut Kuntono (2006) teori mekenisme nyeri ada 3 yaitu: (1) teori spesifikasi, (2) Teori pola (pattern), (3) teori gerbang kontrol (gate control).
            Teori spesifikasi ini mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut tipe C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.
            Teori pola ( pattern ) ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
            Melzack dan Wall (1965) yang dikutip oleh Kuntono (2006) mengemukakan bahwa teori gerbang kontrol (gate control) merupakan teori yang dikembangkan dari segi neuro fisiologi tentang penggolongan nyeri dari perifer maupun sentral. Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori pola ditambah dengan interaksi antra afferen perifer dan sistem modulasi yang berbeda di medulla spinalis  (substansia gelatinosa). Selain itu juga mengemukakan sistem modulasi descenden (dari pusat ke perifer).
            Ada beberapa tingkat dalam afferent dimana nyeri dapat dimodulasi yaitu: (1) tingkat reseptor, (2) tingkat spinal, (3) tingkat supraspinal, dan (4) tingkat sentral (Kuntono, 2000).
            Pada tingkat reseptor ini sasaran modulasi pada reseptor di perifer. Modulasi diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor, menghilangkan faktor perangsang reseptor misal dengan memperlancar proses pembuangan melalui peredaran darah, serta menurunkan aktifitas gamma motor neuron misal dengan pemanasan.
            Pada tingkat spinal ini sasaran modulasi pada substantia gelatinosa (SG) dengan tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi stimulus nyeri. Berdasarkan teori gerbang control noleh Melzak dan Wall maka untuk dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri, SG harus diaktifkan sehingga gerbang menutup.
            Pada tingkat supraspinal, kontrol nyeri dilakukan oleh peri aquaductal gray matter (PAG) di mid brain. PAG mengirim stimulus ke nucleus raphe magnus (NRM) hyang selanjutnya ke tanduk belakang medulla spinalis (PHC). NRM akan menghambat afferent A delta. Selain itu NRM juga memacu timbulnya serotonin PAG juga memodulasi nyeri melalui produksi endorphin di PHC dengan perantaraan NRM. Melalui locus cerulus (LC) dan medial lateral para branchial nukleus PAG juga memodulasi nyeri enchepalin di PHC.
            Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis berperan didalam memodulasi nyeri. Hal ini ditentukan oleh sikap seorang terhadap nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang tentara yang sedang perang tidak merasa nyeri yang hebat meskipun menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri meliputi dua aspek yaiti aspek sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian susunan saraf pusat juga berperan dalam memodulasi nyeri.
            Pada penderita iskialgia nyeri umumnya disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks dorsalis di daerah lumbal. Kompresi atau iritasi juga menyebabkan nyeri inflamasi yang kemudian diikuti oleh penekanan akson dan berakibat munculnya nyeri neuropatik (Meliala, 2005). Menurut Kuntono (2009) patofisiologis nyeri neuropatik terhadap sistem saraf tepi adalah serabut saraf akan terjadi injuri/cedera, lalu terjadi oedema dan gumpalan darah terjadi pada interface topis lesi dan selanjutnya letak cedera pada intraneural atau ekstraneural. Fungsi dari serabut saraf akan terganggu oleh karena kerusakan sistem vaskuler (hipoksia pada akson, oedema dan deterioration pada kapiler endothelium, dan fibrotik atau retreksi serabut saraf).
            Nyeri neuropatik adalah nyeri yang berhubungan dengan lesi yang terjadi pada serabut saraf, yang letak kerusakan atau gangguannya bisa terjadi baik pada selaput pembungkus saraf maupun pada serabut sarafnya (Meliala ,2001).
  1. Pada selaput pembungkus saraf
Selaput pembungkus saraf yang kaya akan nosiseptor bila mengalami iritasi akan menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri bisa dirasakan di sepanjang distribusi serabut saraf tersebut. Nyeri bertambah bila ada peregangan serabut saraf, misalnya karena pergerakan, penguluran dan sebagainya.
  1. Penekanan pada serabut saraf
            Penekanan pada serabut saraf bisa mengakibatkan terjadinya keseimbangan neuron sensorik melalui perubahan molekuler. Perubahan molekuler dapat menyebabkan aktifitas serabut saraf aferen (SSA) menjadi tidak normal dengan timbulnya ektopik (aktifitas yang terjadi di luar nosiseptor), akumulasi saluran ion natrium dan saluran ion-ion lainnya di daerah lesi. Penumpukan ion-ion tersebut menyebabkan timbulnya mechano hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanis maupun temperatur. Aktifitas ektopik juga menyebabkan timbulnya gangguan neuropatik spontan seperti paraestesia, disestesia dan nyeri seperti kesetrum. Hiperalgesia yang terjadi pada nyeri neuropatik juga disebabkan oleh fenomena wind-up, LTP, dan perubahan fenotip A-β. Nyeri neuropatik juga mengakibatkan penurunan reseptor opioid di neuron kornu dorsalis dan peningkatan cholecystokinin (CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid (Meliala, 2001).

Fisioterapi: Osteoarthritis (OA)

Fisioterapi: Osteoarthritis (OA): Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lu...

Osteoarthritis (OA)


Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA  mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mo

Anatomi Fungsional Vertebra


Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot, (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001 dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang  koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudal sampai kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Moore, 1999 dikutip oleh Yanuar, 2002).
Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar, 2002).
Menurut Adam et al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980) dikutip oleh Auliana (2003) setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
  1. Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.
  1. Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus, transversus, mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars artikularis.
  1. Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen posterior ke anterior.
Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis (Yanuar, 2002).
Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2 korpus vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial). Persendian ini membentuk apa yang disebut motion segmen (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Persendian antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus, sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan (Finneson, 1980 dikutip Auliana, 2003).
Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai berikut:
  1. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis (Kurnia M, 2006; Yanuar, 2002).
Menurut Bagduk, 1997; Cailliet, 1976; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003 diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
1)      Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah air (±80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
2)      Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamellae fibrocartilogenea yang konsentris yang membentuk circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra. Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut (Moore, 1999; Young, 2000 dikutip oleh Yanuar, 2002).
3)      Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan datar teratas dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007). Diskus intervertebralis sendiri merupakan jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama (Parjoto,   2006).
  1. Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1 dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis (Yanuar, 2002). Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis (Parjoto, 2006; Yanuar, 2002).
  1. Ligamen longitudinal posterior
Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus intervertebralis (Yanuar, 2002).
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi faset (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Arah permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi (Yanuar, 2002). Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna vertebralis regio lumbal adalah :
a.       Ligamen flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari dua arkus vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal. Ligamen ini mencegah terpisahnya lamina arkus vertebralis dan juga mencegah terjadinya cidera di diskus intervertebralis. Ligamen flavum yang kuat dan elastis membantu mempertahankan kurvatura kolumna vertebralis dan membantu menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi fleksi (Yanuar, 2002). 
b.      Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan prossesus spinosus mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang lemah hampir menyerupai membran (Yanuar, 2002)
c.       Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan prossesus tranversus yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa (Yanuar, 2002).
d.      Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex vertebra servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial bergabung dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali (Yanuar, 2002).
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m. quadraus lumborum, m. sacrospinalis, m. intertransversarii dan m. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : m. obliqus eksternus abdominis, m. internus abdominis, m. transversalis abdominis dan m. rectus abdominis, m. psoas mayor dan m. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah m. quadratus lumborum, m. psoas mayor dan minor, kelompok m. abdominis dan m. Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri (Kuntono, 2007).
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra. Radik saraf keluar melalui kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi
sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus intervertebralis dan ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat (Zimmermann M, 1987 dikutip oleh Kuntono, 2007).

1.      Biomekanika Komponen Vertebra
Medula spinalis merupakan struktur yang mudah bergerak yang digantung oleh akar saraf dan ligamen dentatum. Bila vertebra bergerak, pada awalnya dapat menyebabkan terlipat atau tidak terlipatnya medula spinalis. Sepanjang medula spinalis dapat menyesuaikan diri, maka medula spinalis tidak bergerak naik-turun dalam kanalis spinalis. Perubahan panjang medula spinalis sewaktu terjadi ketegangan (tension), sekitar 70-75% dalam bentuk terlipat dan tidak terlipat, sisanya dalam bentuk elongasi oleh sifat deformasi elastik. Sifat dapat meregang dari medula spinalis tercatat dalam bentuk bifasik, awalnya ia sangat elastis dan memanjang lebih dari 10%, untuk peregangan lebih dari itu dibutuhkan kekuatan yang lebih besar. Perubahan panjang medula spinalis diikuti secara simultan oleh perubahan pada area cross sectional dengan cara menurun pada waktu tegang (tension) dan meningkat sewaktu kompresi (Auliana, 2003)
Kekuatan vertebra dalam menahan beban pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan elemen tulang. Secara anatomis, tiap vertebra telah menyesuaikan bentuk dan ukuranya sebagai refleksi dari beban yang diembannya, sehingga tampak bertambah ukurannya mulai dari regio servikal sampai lumbal. Persendian faset mengemban 18% beban kompresi, 45% kekuatan torsional dan sejumlah stabilitas vertebra lainnya, tergantung dari arah orientasi faset (Auliana, 2003).
Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi beban kompresi. Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada diskus normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban torsional. Beban pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung postur dan beban eksternal. Pada L3-L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan paling rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana, 2003).
Struktur ligamen pada vertebra harus mampu memerankan fungsi ganda yaitu memungkinkan gerakan fisiologis vertebra disamping menahan gerakan vertebra yang melampaui batas. Sebagai contoh pada waktu ekstensi panjang ligamen flavum berkurang 10%, tetapi tidak menekuk ke dalam kanalis spinalis oleh karena masih dibawah 15% yang dianggap sebagai pretension. Pada fleksi penuh, ligamen mampu memanjang sampai 35%. Di luar range ini ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat berelongasi lagi (Auliana, 2003).
Gerakan yang terjadi pada regio lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 20/35 – 0 – 40/60 pada bidang sagital posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vertebra sehingga terjadi penyempitan pada diskus intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian posterior. Gerak lateral fleksi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 15/20 – 0 – 15/20 pada bidang frontal posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus pada sisi ipsilateral saling mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral. Gerak rotasi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 45 – 0 – 45 pada bidang transversal, posisi pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah lumbal hanya 2 derajat persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Hall, 1953).
Mekaniaka columna vertebralis netral didefinisikan sebagai adanya lordosis servikal dan lumbal yang normal dan kifosis torakal dan sakral. Frytte dan Greenman menyatakan mekanika normal adalah saat sendi faset tidak bekerja. Pada kondisi ini, gerakan lateral fleksi pada columna vertebralis akan menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan. Hal ini dikenal dengan mekanika tipe 1 dan terjadi di regio torakal dan lumbal. Jika gerakan fleksi atau ekstensi dilakukan pada region tersebut, sendi faset akan bekerja dan akan mengontrol pergerakan vertebra. Pada saat demikian, lateral fleksi dan rotasi berada pada satu sisi. Hal ini dinamakan mekanika tipe 2 atau mekanika non-netral dan terjadi di regio torakal atau lumbal saat fleksi atau ekstensi  (Moore,1999; Seeley, 2003; Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).