Selasa, 15 November 2011

patofisiologi nyeri punggung bawah mekanik


Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf untuk mengubah berbagai stimuli (mekanik, kimia, termal, elektris) menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat (Kuntono, 2001).
a.       Produksi dan transmisi nyeri (pain production and transmission)
Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan seseorang untuk membuat tanggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang bersangkutan (Parjoto, 2006). Menurut Taxonomi Committee International Association for Study of Pain (IASP) dikutip oleh Basuki (2009), nyeri adalah suatu pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Teori nyeri mulanya menganggap nyeri sebagai sensasi melalui pain sensory system dari tempat rangsang ke kortek serebri, persepsi nyeri berbanding lurus dengan kuat lemahnya rangsangan nosiseptif. Dari penelitian ternyata nyeri tidak selalu proporsional dengan intensitas rangang nosiseptif. Secara histologis ternyata pain sensory system belum pernah terbukti, melainkan yang ada adalah nociceptive receptor system. Beberapa jenis/tipe serabut saraf terlibat dalam mekanisme produksi dan transmisi nyeri. Dari sinilah muncul teori kontrol gerbang menurut Melzack dan Wall (Kuntono, 2001).
Secara neuroanatomis sirkuit teori gerbang kontrol terdiri dari neuron sensorik diameter besar (large fibers/A) dan neuron diameter kecil (small fibers/C). Pada sistem saraf mempunyai mekanisme untuk meninggikan atau menurunkan impuls rangsang nosiseptif. Small fibers/C dikenal sebagai serabut saraf halus tidak bermielin membuka jembatan hantaran (substansia gelantinosa/SG) sedangkan large fibers/A berfungsi menutup jembatan hantaran. Interaksi kedua jenis saraf ini menentukan apakah nosiseptif akan diteruskan atau tidak untuk diproses di otak (Kuntono, 2001)

Sampai saat ini telah diketahui terdapat 3 kelompok neurotransmiter yaitu : (1) asam amino, seperti GABA (gamma amino butyric acid), glisin, L-glutamat, L-aspartat, (2) monoamin, seperti asetilkolin, kotekolamin (norepineprin, epineprin dan dopamin), serotonin (5-hidroksitriptamin), (3) neuropeptida, seperti peptida opoid (enkefalin, endorfin, dinorfin, histamin, bradikinin, prostagladin, serotonin), substansi P, VIP (vasoaktive intestinal polypeptide). Melzack menyempurnakan teorinya lebih lanjut,dikatakan bahwa sistem saraf pusat mempunyai pattern generating mechanisms. Aktifitas abnormal ini dapat terjadi mulai dari kornu dorsalis sampai kortek serebri dengan menciptakan pola impuls yang menghasilkan nyeri. Penyempurnaan ini untuk menjelaskan beberapa fenomena yang tidak dapat diterangkan sebelumnya seperti nyeri muncul meskipun tanpa nosiseptif di perifer ataupun nyeri yang muncul setelah jalan saraf nosiseptif diputus (Kuntono, 2001).
b.      Transmisi aferen nosiseptif di tanduk belakang
Sebagian besar aferen primer akan melewati akar belakang dan berakhir pada sel yang terletak di tanduk belakang masa abu-abu. Menjelang masuk kedalam medula spinalis aferen dengan tipe yang sama akan membentuk kelompok. Serabut A delta dan C akan berjalan melewati divisi lateral akar belakang dan akan melewati beberapa segemen spinal didalam traktus lissauer sebelum masuk ke abu-abu. Sejumlah aferen primer akan melalui divisi medial tanduk belakang dan masuk secara langsung kedalam tanduk belakang. Meskipun sebagian besar aferen masuk ke medula spinalis melewati akar belakang namun 20% dari neuron yang tidak bermielin akan masuk ke medula spinalis melalui akar depan. Kelompok ini yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan masih terdapatnya rasa nyeri pada penderita yang mendapatkan tindakan rizotomi dalam upaya mengatasi nyeri (Kuntono, 2001).
Studi histokimiawi dan elektrofisiologi menunjukkan bahwa terminasi aferen C berada di lamina I dan lamina II medula spinalis. Terminasi aferen C di lamina III masih ada tanda tanya. Aferen A delta mekanoreseptif diidentifikasikan berada di lamina I, III, dan IV-V. Aferen Abeta dengan diameter besar mempunyai hubungan langsung dengan lamina I dan II namun sebagian besar berakhir di lamina III, IV dan V (Kuntono, 2001).
c.       Mekanisme sentral dalam hubungannya dengan nyeri
Dua katagori Second Order Neuron/SON yang membentuk traktus asenden adalah spinotalamikus dan trigeminotalamikus dimana traktus ini sering disebut sebagai wide dynamic range neuron/ WDRN dan neuron nosiseptif spesifik/ NNS (Kuntono, 2001).
WDRN dikenal sebagai sel T dalam teori kontrol gerbang. Badan selnya terletak di lamina V tanduk belakang masa abu-abu. Neuron ini disebut dengan WDRN karena menerima masukan dari beberapa sumber yaitu A beta dan C (Kuntono, 2001).
Gambar 2.5
Skema kategori SON (Kuntono, 2001)


A       : WDRN dengan masukan konvergen neuron primer, terdiri dari : (1) aferen C polimodal, (2) aferen A nosiseptor, (3) aferen A mekanoreseptor
B       : Neuron nosiseptif khusus dengan masukan yang berasal dari aferen A mekanoreseptor nilai ambang tinggi.
B2     : Neuron nosiseptif khusus dengan masukan konvergen yang berasal dari neuron primer yang terdiri dari : (1) aferen C polimodal, (2) aferen nosiseptif A
NNS menerima masukan A delta aferen mekanoreseptor dan C aferen nosiseptif polimodal. NNS dibagi menjadi neuron nosiseptif yang menanggapi rangsang noksius mekanik dan neuron yang menanggapi rangsang yang intensitas tinggi, tekanan yang tidak nyeri dan rangsang noksius (Kuntono, 2001).
WDRN memberikan kontribusi dari aspek lokalisasi nyeri dan diskriminasi modalitas (sentuh dan nyeri mekanik). Aktifasi WDRN menimbulkan perasaan seperti terbakar atau seperti tertusuk jarum dengan lokaslisasi yang jelas. Sedang NNS merupakan modalitas yang lebih spesifik yaitu memberikan informasi kepada SSP tentang tipe spesifik dan lokasi stimulus noksius. Baik WDRN maupun NNS memberikan sinyal intensitas  nyeri. Aktifasi didalam sel dapat berlangsung sampai ratusan milidetik. Aktifasi dapat disebabkan oleh terlepasnya materi P dari akhiran WDRN (Kuntono, 2001).
Serabut asenden atau WDRN dan NNS dari kuadran ventrolateral medula spinalis akan diproyeksikan ke bagian medial formasio retikularis khususnya nukleus gigantoselularis, lateral pons dan sentra area abu-abu. Kolateral tersebut dinamakan proyeksi spinoretikularis. Dalam transmisi nyeri nukleus gigantoselilaris (NGC) berfungsi sebagai nilai dalam sistem spinoretikulotalamik. NGC akan berhubungan ini akan mengakibatkan sistem otonom yang berlokasi di formasio retikularis. Hubungan ini yang mengakibatkan sistem otonom juga menanggapi stimulus noksius. Oleh karena formasio retikularis mempunyai hubungan dengan pusat otonom, struktur limbik dan hipotalamus maka area tersebut dalam hubungannya dengan nyeri lebih berperan dalam hal komponen otonom dan afektif (Kuntono, 2001).
Dari proyeksi spinoretikularis diproyeksikan ke mesensepalon. Stimulasi listrik pada regio medial periaqueductal gray/PAG akan membangkitkan tanggap rangsang emosional seperti perasaan tidak enak dan ketakutan. WDRN dan NNS diproyeksikan pada 3 nukleus utama talamus yaitu pada nukleus ventrobasal, nukleus posterior dan nukleus intralaminer medialis. Bebarapa neuron dalam kelompok ini hanya menanggapi rangsang secara eksklusif terhadap masukan nosiseptif (Kuntono, 2001).
Untuk selanjutnya dari talamus WDRN dan NNS diproyeksikan ke kortek oleh nukleus talami posterior sehingga menerima masukan multisensori. Kortek mempunyai peran dalam mekanisme nyeri yang terdiri dari dua tingkatan. Tingkat I adalah diskriminasi sensori seperti lokalisasi, sedangkan tingkat II merupakan sistem yang lebih kompleks yang berhubungan dengan tanggap rangsang afektif dan motivasional serta membandingkan sensasi nyeri dengan pengalaman masa lampau (Kuntono, 2001).

d.      Deregulasi sistem motorik yang dapat menyebabkan rasa nyeri
Bila nosiseptor dirangsang oleh stimulus lokal yang  memenuhi syarat maka akan dijawab dengan pengeluaran mediator inflamasi serta substansi lainnya sehingga menimbulkan nyeri. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat adalah spasme otot (Meliala, 2003). Spasme otot itu sendiri dapat menimbulkan nyeri. Pada umumnya otot-otot yang terlibat adalah postural system. Stimulus nosiseptif diterima oleh serabut-serabut aferen ke medula spinalis, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat spinal motor reflexes. Kontraksi otot tadi dapat menyebabkan nyeri, melalui nosiseptor didalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri sehingga menimbulkan keadaan vicious cycle, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya iskemik lokal, sebagai akibat dari kontraksi otot yang terus-menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disgregulasi sistem simpatik (Kuntono, 2001).
Gambar 2. 6
Physiological mechanisms of pain in the muskuloskeletal system (Kuntono, 2001)

Pada gambar 2. 6, terlihat input serabut aferen dari organ viseral, kulit, tendon, otot atau impuls dari otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan dari alpha dan gamma motorneuron yang berakibat kontraksi otot, misalnya meningkatkan tonus otot dari otot-otot abdomen atau input nosiseptif dari kapsul sendi akan dapat meningkatkan reflex excitability dari beberapa otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblokir sendi tersebut, disebut sebagai neurogenic block. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan descending exitatory pathways, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural punggung bawah terutama erector spine (Kuntono, 2001).
Nyeri dan spasme otot seringkali membuat individu takut menggunakan otot-otot punggungnya untuk melakukan gerakan pada lumbal ( disuse otot-otot punggung bawah), selanjutnya akan menyebabkan perubahan fisiologis pada otot-otot tersebut yaitu berkurangnya massa otot (atrophy) dan penurunan kekuatan otot, akhirnya individu akan mengalami penurunan tingkat aktivitas fungsionalnya (Hills, 2006). Jadi akibat NPB mekanik ini terjadi suatu lingkaran setan antara nyeri, spasme otot, keterbatasan ROM, disuse, dan keterbatasan aktivitas fungsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar