Konduksi impuls nosiseptif secara klasik dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu:
1). Melalui sistem nosiseptif
Mulai dari reseptor di perifer, lewat serabut aferen, masuk ke
medula spinalis, selanjutnya ke batang otak sampai mesensepalon. 6)
Lintasan asenden di dalam susunan saraf pusat sedikitnya ada 2
sistem, yaitu saraf spinotalamik dan spinoretikulotalamik. 23) Apabila
impuls sudah masuk ke talamus maka dikatakan bahwa perasaan nyeri
yang tidak menyenangkan bisa mulai dirasakan akan tetapi
11
deskripsinya belum jelas. 8)
2). Melalui tingkat pusat
Dari mesensefalon sampai ke korteks serebri dan korteks
asosiasinya. Setelah sampai disini barulah sensasi nyeri dapat dikenal
karakteristiknya, seperti dimana let aknya, seberapa kerasnya dan
bagaimana sifatnya.6) Impuls nyeri juga ada yang menuju ke lobus
frontalis yang selanjutnya merangsang serta aferen ke sistem limbik
yang mengatur aspek emosi dari nyeri.
Antara suatu stimuli kuat sampai dirasakan sebagai nyeri
terdapat suatu rangkaian proses elektrofisiologik yang terbagi atas 4
proses yaitu :
a). Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimuli akan mengaktifkan
nociceptor transducer receptor atau ion channels complex dan dirubah
menjadi suatu potensial aksi yang akan diterima ujung-ujung saraf
atau reseptor nyeri dan diteruskan ke sentral. Reseptor ini disebut
sebagai reseptor nosiseptif dan mempunyai nilai ambang rangsang
tertentu. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik, suhu, listrik atau
kimia.24)
Kerusakan jaringan karena trauma dapat menyebabkan sintesa
prostaglandin yang menyebabkan sensitisasi dari reseptor nosiseptif
dan dikeluarkanlah zat-zat mediator nyeri seperti histamin, bradikinin,
serotonin, dll yang akan menimbulkan sensa si nyeri. Keadaan ini
disebut sensitisasi perifer.23)
12
Mekanisme terjadinya sensistisasi perifer diduga diakibatkan
oleh 9) :
a. Lesi serabut saraf aferen somatosensorik menyebabkan
timbulnya aktivitas ektopik.
b. Peningkatan aktifitas simpatis
c. Berkurangnya fungsi inhibisi sentral
b). Proses transmisi
Penyaluran impuls listrik melalui saraf sensoris menyusul proses
transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis
dimana impuls tersebut mengalami modul asi sebelum diteruskan ke
talamus oleh traktus spinotalamikus yang merupakan neuron kedua.
Dari talamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somatosensoris
di korteks serebri sebagai neuron ketiga, dimana impuls tersebut
diterjemahkan dan dirasakan seba gai persepsi nyeri.24) Rangsanganrangsangan
seperti ini bila dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan
suatu sensitisasi sentral. 25)
Sensitisasi sentral dapat berlangsung dalam beberapa detik
(proses wind up) atau sampai beberapa jam ( long term potentiation).
Wind up akan menyebabkan kepekaan neuron meningkat selama input
sedangkan long term potentiation akan juga menambah kepekaan
neuron walaupun input sudah hilang. Fenomena ini tergantung dari
aktivitas NMDA (N-methyl-D-aspartate) yang akan berikatan denga n
glutamate sebagai aktivitasi serabut C. 9)
13
c). Proses modulasi
Modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan tubuh kita dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior medulla spinalis. 24)
d). Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang
dimulai dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada
gilirannya menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal
sebagai persepsi nyeri.24)
Fisioterapi
Senin, 28 November 2011
Jumat, 25 November 2011
definisi nyeri
International Association for Study of Pain (IASP) menyepakati
definisi nyeri yang dikemukakan oleh Merskey yang mengatakan nyeri
adalah pengalaman emosional dan sensorik yang t idak menyenangkan
sehubungan dengan kerusakan jaringan yang potensial atau aktual atau yang
digambarkan dengan ciri kerusakan seperti yang telah disebutkan. 1) Disini
jelas bahwa nyeri tidak hanya ditentukan oleh faktor fisik belaka tapi juga
faktor emosional terutama pengalaman nyeri sebelumnya. 10)
Nyeri akan timbul bila ada interaksi antara 3 faktor kausatif yaitu tuan
rumah, pembawa perubahan dan lingkungan. 1) Sejumlah penelitian telah
membuktikan bahwa perbedaan etnis dan budaya akan menyebabkan
perbedaan dalam mengekspresikan nyeri seseorang. Orang Eropa bagian
utara mempunyai nilai ambang nyeri yang lebih tinggi daripada orang
Mediterania dan Afrika Amerika. Juga pada penderita dengan kepribadian
yang mudah dan stres akan mempunyai nilai ambang nyeri ya ng rendah.18)
Mogi dalam tesisnya menemukan bahwa nilai ambang nyeri pria lebih tinggi
daripada wanita walaupun nilai ambang nyeri setelah pemberian ultrasound
menunjukkan nilai ambang tidak berbeda secara bermakna pada kedua jenis
kelamin.
Rabu, 23 November 2011
index barthel
INDEKS
BARTHEL
VARIABEL: KEMAMPUAN FUNGSIONAL
DEFINISI:
Merupakan alat ukur yang di
gunakan untuk mengetahui kemampuan fungsional pada pasien yang mengalami
gangguan system syaraf.
PROSEDUR TES:
Pasien dinilai dengan
menggunakan Barthel Indeks pada awal treatment, selama rehabilitasi dan pada
akhir masa rehabilitasi. Hal ini
digunakan untuk menilai peningkatan treatment yang dilakukan terhadap pasien.
NO
|
AKTIFITAS
|
SCORE
|
|
|
|
DEPENDENCE
|
INDEPENDENCE
|
1
|
PEMELIHARAAN
KESEHATAN DIRI
|
0
|
5
|
2
|
MANDI
|
0
|
5
|
3
|
MAKAN
|
5
|
10
|
4
|
TOILET
(AKTIFITAS BAB & BAB)
|
5
|
10
|
5
|
NAIK/TURUN
TANGGA
|
5
|
10
|
6
|
BERPAKAIAN
|
5
|
10
|
7
|
KONTROL
BAB
|
5
|
10
|
8
|
KONTROL
BAK
|
5
|
10
|
9
|
AMBULASI
|
|
15
|
|
KURSI
RODA
|
10
(BILA Px A,BULASI DENGAN KURSI RODA)
|
|
10
|
TRANSFER
KURSI/BED
|
5-10
|
15
|
|
|
|
TOTAL: 100
|
KRITERIA HASIL:
- 0 - 100
- 0 – 20 KETERGANTUNGAN PENUH
21 – 61 KETERGANTUNGAN BERAT (SANGAT
TERGANTUNG)
62 -90 KETERGANTUNGAN MODERAT
91 – 99 KETERGANTUNGAN RINGAN
100 MANDIRI
SKALA
- NUMERIK (RATIO)
- KATEGORIK (ORDINAL)
Selasa, 15 November 2011
Ischialgia/iskhialgia
Iskhialgia
adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang merupakan manifestasi
rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus (Sidharta,1999). Ahli
lain berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri
punggung bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus. Iskialgia
atau sciatika adalah nyeri yang menjalar (hipoestesia, parestesia atau
disastesia) ke bawah sepanjang perjalanan akar saraf iskidikus (Cailliet,1981).
Menurut Sidharta (1999) iskhialgia dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Iskhialgia sebagai perwujudan neuritis iskhiadikus
primer
Iskhialgia akibat neuritis
iskhiadikus primer adalah ketika nervus iskhiadikus terkena proses radang. Tanda
dan gejala utama neuritis iskhiadikus primer adalah nyeri yang dirasakan
bertolak dari daerah sakrum dan sendi panggul, tepatnya di foramen infra
piriformis atau incisura iskhiadika dan menjalar sepanjang perjalanan nervus
iskhiadikus dan lanjutannya pada nervus peroneus dan tibialis. Nyeri tekan
ditemukan pada incisura iskhiadika dan sepanjangspasium poplitea pada tahap
akut. Juga tendon archiles dan otot tibialis anterior dan peroneus longus
terasa nyeri pada penekanan. Kelemahan otot tidak seberat nyeri sepanjang
tungkai. Karena nyeri itu maka tungkai di fleksikan, apabila diluruskan nyeri
bertambah hebat. Tanda-tanda skoliosis kompensatorik sering dijumpai pada
iskhialgia jenis ini.
Diagnosa neuritis iskhiadikus primer ditetapkan apabila nyeri tekan pada
otot tibialis anterior dan peroneus longus. Dan pada neuritis sekunder nyeri
tekan disepanjang nervus iskhiadikus, tetapi di dekat bagian nervus iskhiadikus
yang terjebak saja. Timbul nyerinya akut dan tidak disertai adanya nyeri pada
punggung bawah merupakan ciri neuritis primer berbeda dengan iskhialgia yang
disebabkan oleh problem diskogenik. Reflek tendon archiles dan tendon lutut
biasanya tidak terganggu.
2.
Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment
radikulitis atau radikulopati
Pada
iskhialgia radikulopati merupakan akibat dari jebakan oleh tumor, nukleus
pulposus yang menjebol ke dalam kanalis vertebralis maupun osteofit atau
peradangan (rematois spondilitis angkilopoetika, herpes zoster, tuberkulosa)
yang bersifat menindihi, menjerat dan sebagainya terjadi radikulopati.
Pola umum iskhialgia adalah nyeri
seperti sakit gigi atau nyeri hebat yang dirasakan bertolak dari vertebra
lumbosakralis dan menjalar menurut perjalanan nervus iskhiadikus dan
lanjutannya pada nervus peroneus atau nervus tibialis. Makin jauh ke tepi nyeri
makin tidak begitu hebat, namun parestesia atau hipoastesia sering dirasakan.
Pada data anamnestik yang bersifat
umum antara lain : nyeri pada punggung bawah selalu mendahului iskhialgia,
kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan intra spinal seperti batuk, bersin
dan mengejan memprofokasi adanya iskhialgia, faktor trauma hampir selamanya
dapat ditelusuri, kecuali kalau proses neoplasmik atau infeksi yang bertanggung
jawab. Adapun data diagnostik non fisik yang bersifat umum adalah : kurva
lordosis pada lumbosakral yang mendatar, vertebra lumbosakral memperlihatkan
fiksasi, nyeri tekan pada salah satu ruas vertebra lumbosakralis hampir selalu
ditemukan, test lasegue hampir selalu positif pada derajat kurang dari 70, tesr
naffziger dan valsava hampir selalu positif. Data anamnestik dan diagnostik
fisik yang bersifat spesifik berarti informasi yang mengarahkan ke suatu jenis
proses patologik atau yang mengungkapkan lokasi di dalam vertebra lumbosakralis
atau topografi radiks terhadap lesi yang merangsangnya.
3.
Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment
neuritis
Unsur-unsur
nervus iskhiadikus yang dibawakan oleh nervi L4, L5, S1, S2 dan S3 menyusun
pleksus lumbosakralis yang berada di fasies pelvina os sakri. Di situ pleksus
melintasi garis sendi sakroiliaka dan sedikit lebih distal membentuk nervus
iskhiadikus, yang merupakan saraf perifer terbesar. Selanjutnya dalam
perjalanannya ke tepi nervus iskhiadikus dapat terjebak dalam bangunan-bangunan
yang dilewatinya. Pada pleksus lumbosakral dapat diinfiltrasi oleh sel-sel
karsinoma ovarii, karsinoma uteri atau sarkoma retroperineal. Di garis
persendian sakroiliaka komponen-komponen pleksus lumbosakralis sedang membentuk
nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam proses radang (sakroilitis). Di foramen
infra piriformis nervus iskhiadikus dapat terjebak oleh bursitis otot piriformis.
Dalam trayek selanjutnya nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam bursitis di
sekitar trochantor major femoris. Dan pada trayek itu juga, nervus iskhiadikus
dapat terganggu oleh adanya penjalaran atau metastase karsinoma prostat yang
sudaj bersarang pada tuber iskhii. Simtomatologi entrapment neuritis iskhiadika
sebenarnya sederhana yaitu pada tempat proses patologik yang bergandengan
dengan iskhiagia.
- Patofisiologi Nyeri Iskhialgia
Nyeri
merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan seseorang untuk membuat
tanggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari
jaringan yang bersangkutan (Parjoto, 2006). Menurut Taxonomi Committee
International Association for Study of Pain (IASP) dikutip oleh Basuki (2009),
nyeri adalah suatu pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri
timbul karena adanya stimulus yang mengaktifkan nosiseptor yang ada dikulit,
jaringan di bawah kulit dan organ visera. Stimulus yang dapat mengaktifkan
nosiseptor adalah stimulus mekanik, kimiawi maupun termal. Jaringan yang
mengalami inflamasi akan melepaskan substansi-substansi kalium, histamin, asetilkolin,
serotonin, prostalglandin, bradikinin dan substansi P dari ujung saraf
setempat. Zat-zat tersebut akan mengaktifkan nosiseptor dan nosiseptor akan
berhubungan dengan serabut saraf A-δ bermielin yang menghantarkan nyeri yang
tajam, menusuk dan jelas terlokalisir. Serabut saraf tipe C tidak bermielin
sehingga menghantarkan rasa terbakar , tidak mengenakkan, dan tidak
terlokalisir. Nyeri bisa terjadi bila
ada stimulus yang memenuhi syarat yang dimediasi atau difasilitasi oleh bahan
kimia tertentu seperti leukotrin, prostalglandin, interleukin dan tromboksan
sehingga menimbulkan impuls nyeri atau impuls nosiseptif di nosiseptor yang
dikenal dengan proses tranduksi yang kemudian medulla spinalis, batang otak,
mesensefalon, korteks serebri dan korteks asosiasinya untuk kemudian disadari
baik mengenai sifat, lokasi, maupun berat ringannya ( Widiastuti, 1996 ).
Berdasarkan
klasifikasinya nyeri dapat dikelompokan menjadi 4 tipe yaitu (1) nyeri
fisiologis, (2) nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, (3) nyeri neuropatik,
(4) nyeri disfungsional ( Kuntono, 2007 ).Widiastuti (1996) mengelompokkan
nyeri menjadi ; (1) nyeri nosiseptif, (2) nyeri neuropatik, (3) nyeri
idiopatik, (4) nyeri psikogenik, (5) sindroma nyeri kronik.
Menurut Kuntono (2006) teori mekenisme nyeri ada 3 yaitu:
(1) teori spesifikasi, (2) Teori pola (pattern), (3) teori gerbang kontrol
(gate control).
Teori spesifikasi ini mengemukakan bahwa reseptor
dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya
dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut tipe C di perifer dan traktus
spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori
ini tidak mengemukakan komponen psikologis.
Teori pola ( pattern ) ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi
potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus pada tingkat saraf perifer dan
stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Pola aksi potensial
untuk nyeri berbeda dengan
pola untuk rasa sentuhan.
Melzack dan
Wall (1965) yang dikutip oleh Kuntono (2006) mengemukakan bahwa teori gerbang kontrol (gate
control) merupakan teori
yang dikembangkan dari segi neuro fisiologi tentang penggolongan nyeri dari
perifer maupun sentral. Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori
pola ditambah dengan interaksi
antra afferen perifer
dan sistem modulasi yang berbeda di medulla spinalis (substansia gelatinosa). Selain itu juga
mengemukakan sistem modulasi descenden (dari pusat ke perifer).
Ada beberapa tingkat dalam afferent dimana nyeri dapat
dimodulasi yaitu: (1) tingkat reseptor, (2) tingkat spinal, (3) tingkat
supraspinal, dan (4) tingkat sentral (Kuntono, 2000).
Pada tingkat reseptor ini sasaran modulasi pada reseptor
di perifer. Modulasi diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor,
menghilangkan faktor perangsang reseptor misal dengan memperlancar proses
pembuangan melalui peredaran darah, serta menurunkan aktifitas gamma motor
neuron misal dengan pemanasan.
Pada tingkat spinal ini sasaran modulasi pada substantia
gelatinosa (SG) dengan tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi stimulus
nyeri. Berdasarkan teori gerbang control noleh Melzak dan Wall maka untuk dapat
menghilangkan atau mengurangi nyeri, SG harus diaktifkan sehingga gerbang menutup.
Pada tingkat supraspinal, kontrol nyeri dilakukan oleh peri aquaductal gray matter (PAG) di mid
brain. PAG mengirim stimulus ke nucleus raphe magnus (NRM) hyang selanjutnya ke tanduk belakang
medulla spinalis (PHC). NRM akan menghambat afferent A delta. Selain itu NRM
juga memacu timbulnya serotonin PAG juga memodulasi nyeri melalui produksi
endorphin di PHC dengan perantaraan NRM. Melalui locus cerulus (LC) dan medial
lateral para branchial nukleus PAG juga memodulasi nyeri enchepalin di PHC.
Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis
berperan didalam memodulasi nyeri. Hal ini ditentukan oleh sikap seorang
terhadap nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang tentara yang sedang perang tidak merasa
nyeri yang hebat meskipun menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri
meliputi dua aspek yaiti aspek sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian
susunan saraf pusat juga berperan dalam memodulasi nyeri.
Pada penderita iskialgia
nyeri umumnya disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks dorsalis di daerah
lumbal. Kompresi atau iritasi juga menyebabkan nyeri inflamasi yang kemudian
diikuti oleh penekanan akson dan berakibat munculnya nyeri neuropatik (Meliala,
2005). Menurut Kuntono (2009) patofisiologis
nyeri neuropatik terhadap sistem saraf tepi adalah serabut saraf akan terjadi injuri/cedera, lalu terjadi oedema dan gumpalan
darah terjadi pada interface topis lesi dan selanjutnya letak cedera pada intraneural atau ekstraneural. Fungsi dari serabut saraf akan terganggu oleh
karena kerusakan sistem vaskuler (hipoksia pada akson, oedema dan deterioration
pada kapiler endothelium, dan fibrotik atau retreksi serabut saraf).
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang berhubungan dengan
lesi yang terjadi pada serabut saraf, yang letak kerusakan atau gangguannya
bisa terjadi baik pada selaput pembungkus saraf maupun pada serabut sarafnya
(Meliala ,2001).
- Pada selaput pembungkus saraf
Selaput
pembungkus saraf yang kaya akan nosiseptor bila mengalami iritasi akan
menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri bisa dirasakan di sepanjang distribusi
serabut saraf tersebut. Nyeri bertambah bila ada peregangan serabut saraf,
misalnya karena pergerakan, penguluran dan sebagainya.
- Penekanan pada serabut saraf
Penekanan pada serabut saraf bisa
mengakibatkan terjadinya keseimbangan neuron sensorik melalui perubahan
molekuler. Perubahan molekuler dapat menyebabkan aktifitas serabut saraf aferen
(SSA) menjadi tidak normal dengan timbulnya ektopik (aktifitas yang terjadi di
luar nosiseptor), akumulasi saluran ion natrium dan saluran ion-ion lainnya di
daerah lesi. Penumpukan ion-ion tersebut menyebabkan timbulnya mechano hot spot yang sangat peka
terhadap rangsang mekanis maupun temperatur. Aktifitas ektopik juga menyebabkan
timbulnya gangguan neuropatik spontan seperti paraestesia, disestesia dan nyeri
seperti kesetrum. Hiperalgesia yang terjadi pada nyeri neuropatik juga
disebabkan oleh fenomena wind-up,
LTP, dan perubahan fenotip A-β. Nyeri neuropatik juga mengakibatkan penurunan
reseptor opioid di neuron kornu dorsalis dan peningkatan cholecystokinin (CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid
(Meliala, 2001).
Fisioterapi: Osteoarthritis (OA)
Fisioterapi: Osteoarthritis (OA): Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lu...
Osteoarthritis (OA)
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi
yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas
dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA
mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan
pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan
terus menerus sehingga sangat mengganggu mo
Anatomi Fungsional Vertebra
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7
buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah
tulang sakral.
Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia
berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu
tulang sakum dan koksigeus (Cailliet,
1981 dikutip
oleh Kuntono, 2007).
Kolumna vertebralis
mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1) menyangga berat kepala dan dan batang
tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3) memungkinkan keluarnya nervi
spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan otot-otot, (5)
memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001
dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan
membesar sampai mencapai maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang koksigeus. Struktur demikian dikarenakan beban
yang harus ditanggung semakin membesar dari cranial
hingga caudal sampai kemudian beban
tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus
intervertebralis juga oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan
fleksibilitas tulang punggung, kendati hanya memungkinkan pergerakan yang
sedikit untuk mempertahankan stabilitas kolumna vertebralis guna melindungi
struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas kolumna
vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus
intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Moore, 1999 dikutip oleh Yanuar,
2002).
Vertebra lumbalis terletak diregio punggung bawah antara
regio torakal dan sakrum. Vertebra pada regio ini ditandai dengan korpus
vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang
mempunyai pergerakan terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar,
2002).
Menurut Adam et al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980)
dikutip oleh Auliana (2003) setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen
fungsional yaitu :
- Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi
untuk mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra
bukan saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.
- Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan
aktif yang mengenai kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus
artikularis memberikan mekanisme locking
yang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus
spinosus, transversus, mamilaris dan aksesorius menjadi tempat melekatnya otot
sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut.
Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus artikularis
superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars
artikularis.
- Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi
menghubungkan elemen posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang
mengontrol dari elemen posterior ke anterior.
Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan
merupakan fusi dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam
stabilisasi dan kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke
pelvis (Yanuar, 2002).
Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian
antara 2 korpus vertebra (amphiarthrodial)
dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial).
Persendian ini membentuk apa yang disebut motion
segmen (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Persendian
antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial dimana permukaan tulang
dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen interoseus,
sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra bergerak
maka rentang gerakan dapat diperhitungkan (Finneson, 1980 dikutip Auliana,
2003).
Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen
sebagai berikut:
- Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung
antar dua korpus vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama berjalan, melompat,
berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis (Kurnia M, 2006;
Yanuar, 2002).
Menurut Bagduk, 1997; Cailliet,
1976; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003 diskus intervertebralis terdiri
dari 3 komponen yaitu :
1)
Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari
matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah air (±80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak
mempunyai anyaman jaringan fibrosa.
2)
Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus
pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu
cincin yang tersusun oleh lamellae
fibrocartilogenea yang konsentris yang membentuk circumfereria dari diskus intervertebralis. Cincin tersebut
diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus vertebra.
Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra
ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan
pada sisi kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan
terjadinya suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi
sebagai pengikat yang erat antar dua vertebra tersebut (Moore, 1999; Young,
2000 dikutip oleh Yanuar, 2002).
3)
Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan
datar teratas dan terbawah dari suatu diskus intervertebralis.
Fungsi mekanik diskus
intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang diletakkan di antara ke
dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata bekerja pada
vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus
polposus akan melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain
yang berlawanan. Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra
seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono,
2007). Diskus intervertebralis sendiri merupakan jaringan non innervasi dan non
vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan tidak bisa terdeteksi oleh pasien
meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama (Parjoto, 2006).
- Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan
bagian anterolateral korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang
dari permukaan anterior sakrum hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal
1 dan tulang oksipital di sebelah anterior foramen magnum. Ligamen ini melekat
pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis (Yanuar, 2002). Fungsi ligamen
anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas pada persendian korpus vertebralis dan
mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis (Parjoto,
2006; Yanuar, 2002).
- Ligamen longitudinal posterior
Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah
dari ligamen anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari
korpus vertebralis. Ligamen ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi
posterior dari korpus vertebra mulai vertebra servikal 1 sampai sakrum.
Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri (nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi
kolumna vertebralis serta mencegah herniasi diskus intervertebralis (Yanuar,
2002).
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra
dengan prosesus artikularis inferior vertebra di atasnya disebut sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau
sendi faset (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana, 2003). Arah
permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan
permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya memiliki arah arah
sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi dan
lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi (Yanuar,
2002). Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling
mendekat sehingga gerakan kelateral, obique
dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis
dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar
(Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna
vertebralis regio lumbal adalah :
a.
Ligamen
flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina
dari dua arkus vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar
diregio servikal, lebih tebal di regio torakal dan paling tebal di regio
lumbal. Ligamen ini mencegah terpisahnya lamina arkus vertebralis dan juga
mencegah terjadinya cidera di diskus intervertebralis. Ligamen flavum yang kuat
dan elastis membantu mempertahankan kurvatura kolumna vertebralis dan membantu
menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi fleksi (Yanuar,
2002).
b.
Ligamen
interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan
prossesus spinosus mulai dari basis
hingga apex, merupakan ligamen yang lemah
hampir menyerupai membran (Yanuar, 2002)
c.
Ligamen
intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan
prossesus tranversus yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan
bersifat membranosa (Yanuar, 2002).
d.
Ligamen
supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di
daerah apex vertebra servikal ke 7
(VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial bergabung dengan
ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali (Yanuar, 2002).
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai
dengan fungsi gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap
tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m. quadraus
lumborum, m. sacrospinalis, m. intertransversarii dan m. interspinalis. Otot
fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : m. obliqus eksternus
abdominis, m. internus abdominis, m. transversalis abdominis dan m. rectus
abdominis, m. psoas mayor dan m. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah
m. quadratus lumborum, m. psoas mayor dan minor, kelompok m. abdominis dan m.
Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot punggung di bawah berfungsi
menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri (Kuntono, 2007).
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra.
Radik saraf
keluar melalui kanalis spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen
intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus intervertebralis dan ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat (Zimmermann M, 1987 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan sendi faset adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus intervertebralis dan ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra beserta kapsul persendiannya yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot berkontraksi kuat (Zimmermann M, 1987 dikutip oleh Kuntono, 2007).
1. Biomekanika
Komponen Vertebra
Medula spinalis merupakan struktur
yang mudah bergerak yang digantung oleh akar saraf dan ligamen dentatum. Bila
vertebra bergerak, pada awalnya dapat menyebabkan terlipat atau tidak
terlipatnya medula spinalis. Sepanjang medula spinalis dapat menyesuaikan diri,
maka medula spinalis tidak bergerak naik-turun dalam kanalis spinalis. Perubahan
panjang medula spinalis sewaktu terjadi ketegangan (tension), sekitar 70-75% dalam bentuk terlipat dan tidak terlipat,
sisanya dalam bentuk elongasi oleh sifat deformasi elastik. Sifat dapat
meregang dari medula spinalis tercatat dalam bentuk bifasik, awalnya ia sangat
elastis dan memanjang lebih dari 10%, untuk peregangan lebih dari itu
dibutuhkan kekuatan yang lebih besar. Perubahan panjang medula spinalis diikuti
secara simultan oleh perubahan pada area
cross sectional dengan cara menurun pada waktu tegang (tension) dan meningkat sewaktu kompresi (Auliana, 2003)
Kekuatan vertebra dalam menahan
beban pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan elemen tulang. Secara anatomis,
tiap vertebra telah menyesuaikan bentuk dan ukuranya sebagai refleksi dari beban
yang diembannya, sehingga tampak bertambah ukurannya mulai dari regio servikal
sampai lumbal. Persendian faset mengemban 18% beban kompresi, 45% kekuatan
torsional dan sejumlah stabilitas vertebra lainnya, tergantung dari arah
orientasi faset (Auliana, 2003).
Diskus intervertebralis relatif
resisten terhadap kegagalan menghadapi beban kompresi. Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada
diskus normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban
torsional. Beban pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung postur
dan beban eksternal. Pada L3-L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan
intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu berdiri, tetapi tekanan paling
rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana, 2003).
Struktur ligamen pada vertebra harus
mampu memerankan fungsi ganda yaitu memungkinkan gerakan fisiologis vertebra
disamping menahan gerakan vertebra yang melampaui batas. Sebagai contoh pada
waktu ekstensi panjang ligamen flavum berkurang 10%, tetapi tidak menekuk ke
dalam kanalis spinalis oleh karena masih dibawah 15% yang dianggap sebagai
pretension. Pada fleksi penuh, ligamen mampu memanjang sampai 35%. Di luar
range ini ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat berelongasi lagi (Auliana,
2003).
Gerakan yang terjadi pada regio
lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 20/35
– 0 – 40/60 pada bidang sagital posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak
fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vertebra sehingga terjadi
penyempitan pada diskus intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian
posterior. Gerak lateral fleksi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 15/20 –
0 – 15/20 pada bidang frontal posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak
lateral fleksi, korpus pada sisi ipsilateral saling mendekat dan saling melebar
pada sisi kontralateral. Gerak rotasi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar
45 – 0 – 45 pada bidang transversal, posisi pasien duduk anatomis dimana gerak
rotasi ini daerah lumbal hanya 2 derajat persegmen karena dibatasi oleh sendi
faset (Hall, 1953).
Mekaniaka columna vertebralis
netral didefinisikan sebagai adanya lordosis servikal dan lumbal yang normal
dan kifosis torakal dan sakral. Frytte dan Greenman menyatakan mekanika normal
adalah saat sendi faset tidak bekerja. Pada kondisi ini, gerakan lateral fleksi
pada columna vertebralis akan menghasilkan rotasi pada sisi yang berlawanan.
Hal ini dikenal dengan mekanika tipe 1 dan terjadi di regio torakal dan lumbal.
Jika gerakan fleksi atau ekstensi dilakukan pada region tersebut, sendi faset
akan bekerja dan akan mengontrol pergerakan vertebra. Pada saat demikian,
lateral fleksi dan rotasi berada pada satu sisi. Hal ini dinamakan mekanika
tipe 2 atau mekanika non-netral dan terjadi di regio torakal atau lumbal saat
fleksi atau ekstensi (Moore,1999;
Seeley, 2003; Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).
Langganan:
Postingan (Atom)