Iskhialgia
adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang merupakan manifestasi
rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus iskhiadikus (Sidharta,1999). Ahli
lain berpendapat bahwa iskialgia merupakan salah satu manifestasi dari nyeri
punggung bawah yang dikarenakan adanya penjepitan nervus iskiadikus. Iskialgia
atau sciatika adalah nyeri yang menjalar (hipoestesia, parestesia atau
disastesia) ke bawah sepanjang perjalanan akar saraf iskidikus (Cailliet,1981).
Menurut Sidharta (1999) iskhialgia dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Iskhialgia sebagai perwujudan neuritis iskhiadikus
primer
Iskhialgia akibat neuritis
iskhiadikus primer adalah ketika nervus iskhiadikus terkena proses radang. Tanda
dan gejala utama neuritis iskhiadikus primer adalah nyeri yang dirasakan
bertolak dari daerah sakrum dan sendi panggul, tepatnya di foramen infra
piriformis atau incisura iskhiadika dan menjalar sepanjang perjalanan nervus
iskhiadikus dan lanjutannya pada nervus peroneus dan tibialis. Nyeri tekan
ditemukan pada incisura iskhiadika dan sepanjangspasium poplitea pada tahap
akut. Juga tendon archiles dan otot tibialis anterior dan peroneus longus
terasa nyeri pada penekanan. Kelemahan otot tidak seberat nyeri sepanjang
tungkai. Karena nyeri itu maka tungkai di fleksikan, apabila diluruskan nyeri
bertambah hebat. Tanda-tanda skoliosis kompensatorik sering dijumpai pada
iskhialgia jenis ini.
Diagnosa neuritis iskhiadikus primer ditetapkan apabila nyeri tekan pada
otot tibialis anterior dan peroneus longus. Dan pada neuritis sekunder nyeri
tekan disepanjang nervus iskhiadikus, tetapi di dekat bagian nervus iskhiadikus
yang terjebak saja. Timbul nyerinya akut dan tidak disertai adanya nyeri pada
punggung bawah merupakan ciri neuritis primer berbeda dengan iskhialgia yang
disebabkan oleh problem diskogenik. Reflek tendon archiles dan tendon lutut
biasanya tidak terganggu.
2.
Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment
radikulitis atau radikulopati
Pada
iskhialgia radikulopati merupakan akibat dari jebakan oleh tumor, nukleus
pulposus yang menjebol ke dalam kanalis vertebralis maupun osteofit atau
peradangan (rematois spondilitis angkilopoetika, herpes zoster, tuberkulosa)
yang bersifat menindihi, menjerat dan sebagainya terjadi radikulopati.
Pola umum iskhialgia adalah nyeri
seperti sakit gigi atau nyeri hebat yang dirasakan bertolak dari vertebra
lumbosakralis dan menjalar menurut perjalanan nervus iskhiadikus dan
lanjutannya pada nervus peroneus atau nervus tibialis. Makin jauh ke tepi nyeri
makin tidak begitu hebat, namun parestesia atau hipoastesia sering dirasakan.
Pada data anamnestik yang bersifat
umum antara lain : nyeri pada punggung bawah selalu mendahului iskhialgia,
kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan intra spinal seperti batuk, bersin
dan mengejan memprofokasi adanya iskhialgia, faktor trauma hampir selamanya
dapat ditelusuri, kecuali kalau proses neoplasmik atau infeksi yang bertanggung
jawab. Adapun data diagnostik non fisik yang bersifat umum adalah : kurva
lordosis pada lumbosakral yang mendatar, vertebra lumbosakral memperlihatkan
fiksasi, nyeri tekan pada salah satu ruas vertebra lumbosakralis hampir selalu
ditemukan, test lasegue hampir selalu positif pada derajat kurang dari 70, tesr
naffziger dan valsava hampir selalu positif. Data anamnestik dan diagnostik
fisik yang bersifat spesifik berarti informasi yang mengarahkan ke suatu jenis
proses patologik atau yang mengungkapkan lokasi di dalam vertebra lumbosakralis
atau topografi radiks terhadap lesi yang merangsangnya.
3.
Iskhialgia sebagai perwujudan entrapment
neuritis
Unsur-unsur
nervus iskhiadikus yang dibawakan oleh nervi L4, L5, S1, S2 dan S3 menyusun
pleksus lumbosakralis yang berada di fasies pelvina os sakri. Di situ pleksus
melintasi garis sendi sakroiliaka dan sedikit lebih distal membentuk nervus
iskhiadikus, yang merupakan saraf perifer terbesar. Selanjutnya dalam
perjalanannya ke tepi nervus iskhiadikus dapat terjebak dalam bangunan-bangunan
yang dilewatinya. Pada pleksus lumbosakral dapat diinfiltrasi oleh sel-sel
karsinoma ovarii, karsinoma uteri atau sarkoma retroperineal. Di garis
persendian sakroiliaka komponen-komponen pleksus lumbosakralis sedang membentuk
nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam proses radang (sakroilitis). Di foramen
infra piriformis nervus iskhiadikus dapat terjebak oleh bursitis otot piriformis.
Dalam trayek selanjutnya nervus iskhiadikus dapat terlibat dalam bursitis di
sekitar trochantor major femoris. Dan pada trayek itu juga, nervus iskhiadikus
dapat terganggu oleh adanya penjalaran atau metastase karsinoma prostat yang
sudaj bersarang pada tuber iskhii. Simtomatologi entrapment neuritis iskhiadika
sebenarnya sederhana yaitu pada tempat proses patologik yang bergandengan
dengan iskhiagia.
- Patofisiologi Nyeri Iskhialgia
Nyeri
merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan seseorang untuk membuat
tanggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari
jaringan yang bersangkutan (Parjoto, 2006). Menurut Taxonomi Committee
International Association for Study of Pain (IASP) dikutip oleh Basuki (2009),
nyeri adalah suatu pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik yang aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Nyeri
timbul karena adanya stimulus yang mengaktifkan nosiseptor yang ada dikulit,
jaringan di bawah kulit dan organ visera. Stimulus yang dapat mengaktifkan
nosiseptor adalah stimulus mekanik, kimiawi maupun termal. Jaringan yang
mengalami inflamasi akan melepaskan substansi-substansi kalium, histamin, asetilkolin,
serotonin, prostalglandin, bradikinin dan substansi P dari ujung saraf
setempat. Zat-zat tersebut akan mengaktifkan nosiseptor dan nosiseptor akan
berhubungan dengan serabut saraf A-δ bermielin yang menghantarkan nyeri yang
tajam, menusuk dan jelas terlokalisir. Serabut saraf tipe C tidak bermielin
sehingga menghantarkan rasa terbakar , tidak mengenakkan, dan tidak
terlokalisir. Nyeri bisa terjadi bila
ada stimulus yang memenuhi syarat yang dimediasi atau difasilitasi oleh bahan
kimia tertentu seperti leukotrin, prostalglandin, interleukin dan tromboksan
sehingga menimbulkan impuls nyeri atau impuls nosiseptif di nosiseptor yang
dikenal dengan proses tranduksi yang kemudian medulla spinalis, batang otak,
mesensefalon, korteks serebri dan korteks asosiasinya untuk kemudian disadari
baik mengenai sifat, lokasi, maupun berat ringannya ( Widiastuti, 1996 ).
Berdasarkan
klasifikasinya nyeri dapat dikelompokan menjadi 4 tipe yaitu (1) nyeri
fisiologis, (2) nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, (3) nyeri neuropatik,
(4) nyeri disfungsional ( Kuntono, 2007 ).Widiastuti (1996) mengelompokkan
nyeri menjadi ; (1) nyeri nosiseptif, (2) nyeri neuropatik, (3) nyeri
idiopatik, (4) nyeri psikogenik, (5) sindroma nyeri kronik.
Menurut Kuntono (2006) teori mekenisme nyeri ada 3 yaitu:
(1) teori spesifikasi, (2) Teori pola (pattern), (3) teori gerbang kontrol
(gate control).
Teori spesifikasi ini mengemukakan bahwa reseptor
dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya
dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut tipe C di perifer dan traktus
spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori
ini tidak mengemukakan komponen psikologis.
Teori pola ( pattern ) ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi
potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus pada tingkat saraf perifer dan
stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Pola aksi potensial
untuk nyeri berbeda dengan
pola untuk rasa sentuhan.
Melzack dan
Wall (1965) yang dikutip oleh Kuntono (2006) mengemukakan bahwa teori gerbang kontrol (gate
control) merupakan teori
yang dikembangkan dari segi neuro fisiologi tentang penggolongan nyeri dari
perifer maupun sentral. Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori
pola ditambah dengan interaksi
antra afferen perifer
dan sistem modulasi yang berbeda di medulla spinalis (substansia gelatinosa). Selain itu juga
mengemukakan sistem modulasi descenden (dari pusat ke perifer).
Ada beberapa tingkat dalam afferent dimana nyeri dapat
dimodulasi yaitu: (1) tingkat reseptor, (2) tingkat spinal, (3) tingkat
supraspinal, dan (4) tingkat sentral (Kuntono, 2000).
Pada tingkat reseptor ini sasaran modulasi pada reseptor
di perifer. Modulasi diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor,
menghilangkan faktor perangsang reseptor misal dengan memperlancar proses
pembuangan melalui peredaran darah, serta menurunkan aktifitas gamma motor
neuron misal dengan pemanasan.
Pada tingkat spinal ini sasaran modulasi pada substantia
gelatinosa (SG) dengan tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi stimulus
nyeri. Berdasarkan teori gerbang control noleh Melzak dan Wall maka untuk dapat
menghilangkan atau mengurangi nyeri, SG harus diaktifkan sehingga gerbang menutup.
Pada tingkat supraspinal, kontrol nyeri dilakukan oleh peri aquaductal gray matter (PAG) di mid
brain. PAG mengirim stimulus ke nucleus raphe magnus (NRM) hyang selanjutnya ke tanduk belakang
medulla spinalis (PHC). NRM akan menghambat afferent A delta. Selain itu NRM
juga memacu timbulnya serotonin PAG juga memodulasi nyeri melalui produksi
endorphin di PHC dengan perantaraan NRM. Melalui locus cerulus (LC) dan medial
lateral para branchial nukleus PAG juga memodulasi nyeri enchepalin di PHC.
Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis
berperan didalam memodulasi nyeri. Hal ini ditentukan oleh sikap seorang
terhadap nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang tentara yang sedang perang tidak merasa
nyeri yang hebat meskipun menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri
meliputi dua aspek yaiti aspek sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian
susunan saraf pusat juga berperan dalam memodulasi nyeri.
Pada penderita iskialgia
nyeri umumnya disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks dorsalis di daerah
lumbal. Kompresi atau iritasi juga menyebabkan nyeri inflamasi yang kemudian
diikuti oleh penekanan akson dan berakibat munculnya nyeri neuropatik (Meliala,
2005). Menurut Kuntono (2009) patofisiologis
nyeri neuropatik terhadap sistem saraf tepi adalah serabut saraf akan terjadi injuri/cedera, lalu terjadi oedema dan gumpalan
darah terjadi pada interface topis lesi dan selanjutnya letak cedera pada intraneural atau ekstraneural. Fungsi dari serabut saraf akan terganggu oleh
karena kerusakan sistem vaskuler (hipoksia pada akson, oedema dan deterioration
pada kapiler endothelium, dan fibrotik atau retreksi serabut saraf).
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang berhubungan dengan
lesi yang terjadi pada serabut saraf, yang letak kerusakan atau gangguannya
bisa terjadi baik pada selaput pembungkus saraf maupun pada serabut sarafnya
(Meliala ,2001).
- Pada selaput pembungkus saraf
Selaput
pembungkus saraf yang kaya akan nosiseptor bila mengalami iritasi akan
menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri bisa dirasakan di sepanjang distribusi
serabut saraf tersebut. Nyeri bertambah bila ada peregangan serabut saraf,
misalnya karena pergerakan, penguluran dan sebagainya.
- Penekanan pada serabut saraf
Penekanan pada serabut saraf bisa
mengakibatkan terjadinya keseimbangan neuron sensorik melalui perubahan
molekuler. Perubahan molekuler dapat menyebabkan aktifitas serabut saraf aferen
(SSA) menjadi tidak normal dengan timbulnya ektopik (aktifitas yang terjadi di
luar nosiseptor), akumulasi saluran ion natrium dan saluran ion-ion lainnya di
daerah lesi. Penumpukan ion-ion tersebut menyebabkan timbulnya mechano hot spot yang sangat peka
terhadap rangsang mekanis maupun temperatur. Aktifitas ektopik juga menyebabkan
timbulnya gangguan neuropatik spontan seperti paraestesia, disestesia dan nyeri
seperti kesetrum. Hiperalgesia yang terjadi pada nyeri neuropatik juga
disebabkan oleh fenomena wind-up,
LTP, dan perubahan fenotip A-β. Nyeri neuropatik juga mengakibatkan penurunan
reseptor opioid di neuron kornu dorsalis dan peningkatan cholecystokinin (CCK) yang menghambat kerja reseptor opioid
(Meliala, 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar